Jumat, 23 Maret 2012









Lahir: Jun 26, 1968
Tempat Lahir : Milano
Kewarganegaraan: Italia
Tinggi : 186 cm
Berat badan : 83 kg
Julukan: Il Capitano

Dialah pemain bertahan pertama yang memenangkan trofi dari majalah World Soccer sebagai World Player of the Year pada tahun 2004.
TUA-tua keladi, makin tua makin menjadi. Pepatah ini rasanya pantas untuk disandangkan kepada Paolo Maldini. Walau usianya telah memasuki angka kepala empat, tapi performa pemain berambut ikal ini tetap tak ada matinya dalam menjaga lini pertahanan dari klub yang dibelanya, AC Milan.
Maldini adalah anak dari pemain legendaris Italia, Cesare Maldini. Sama seperti ayahnya, nama Maldini kini telah menjadi ikon penting dalam persebakbolaan Italia. Hal ini karena reputasinya yang mengagumkan sebagai defender kelas dunia.
Usia 16 tahun adalah awal kariernya sebagai pemain sepak bola profesional. Milan menjadi klub pertama Maldini. Debutnya bersama I Rossoneri dimulai pada tanggal 20 Januari 1985. Ia tampil pada babak kedua, menggantikan Sergio Battistini yang mengalami cedera. Meski di musim itu Maldini hanya tampil sebanyak satu kali saja, tapi di musim berikutnya namanya selalu masuk dalam starting line-up tim.
Scudetto musim kompetisi 1987-88 adalah trofi pertama yang diraih Maldini bersama Milan. Dua tahun berikutnya, ia bahkan berhasil membawa klubnya menjuarai Super Coppa Italia (1988) dan Coppa Italia (1989-90).
Di tahun yang sama pula, Maldini sukses membawa Milan menjadi jawara dua kali berturut-turut Liga Champions pada musim kompetisi 1988-89 dan 1989-90. Gelar juara Eropa ini semakin lengkap, ketika Maldini sukses membawa Milan menjadi juara di tahun 2007. Ini menjadikan I Rossoneri klub yang berhasil menjuarai Liga Champions sebanyak tujuh kali.
Meski bukan midfielder, tapi Maldini mampu mengontrol jalannya permainan tim. Ia merupakan pemain bertahan yang solid. Keterampilannya membantu serangan tim membuat Maldini terlihat sangat menonjol. Pemain kelahiran Milan ini juga memiliki tendangan yang kuat dan kemampuan menggiring bola yang bagus. Hal ini cukup mengherankan, mengingat Maldini merupakan pemain bertahan.
Prestasinya yang mengagumkannya ini tak heran membuat banyak klub-klub top Eropa banyak yang mendekati dan membujuk Maldini untuk pindah dari San Siro. Tapi ia menolaknya. Di hatinya hanya ada Milan. Sebuah loyalitas yang sangat jarang ditemui di tengah banyaknya pemain sepk bola yang sering berpindah-pindah klub.
Kemampuan bertahan yang sempurna, kepemimpinan yang berpengaruh, dan etika kerja keras, semuanya membuat Maldini hampir terasa bagus untuk menjadi nyata. Tah heran ia pun menjadi pemain yang disukai dan sangat dihormati.

Kamis, 22 Maret 2012

Kapten abadi Il Rossoneri


FAKTA BARESI


Nama lengkap :Franco Baresi
Julukan :Il Capitano, Piscinin, Il Bandiera
Lahir :Travagliato, Brescia (Italia) 8 Mei 1960
Posisi : Defender
Nomor Kostum :6
Karier Klub :AC Milan (1978-1997)
Karier Timnas :Italia (1982-1994)
Prestasi :
- 6 Scudetti (1978-79, 1987-88, 1991-92, 1992-93, 1993-94, 1995-96), 4 Piala Italia (1987-88, 1991-92, 1992-93, 1993-94), 3 Liga Champion (1988-89, 1989-90, 1993-94), 2 Piala Interkontinental (1989, 1990), 3 Piala Super Eropa (1989, 1990, 1994)







Milan adalah Franco Baresi. Demikian sebaliknya. Pemeo itu bertahan di San Siro selama hampir 20 tahun karier sang legenda hidup AC Milan itu sejak 1978-1997. Tak ada yang meragukannya. Sebab, dia adalah pemimpin, inspirator, penjaga, sekaligus bangunan wibawa klub tersebut.


Orang Italia menyebut Baresi sebagai Il Bandiera. Simbol dan roh Milan. Defender yang tak hanya menjadi pilar pertahanan I Rossoneri, tapi juga keseluruhan permainan tim. Wajar jika partai terakhirnya bersama Milan pada 1997, ribuan tifosi I Rossoneri menangisinya. Seolah, mereka telah kehilangan segala kekuatan yang dimiliki Milan. Baresi pun tak sanggup menahan haru. "Seandainya bisa, aku ingin tetap muda lebih lama. Tapi aku sudah tua dan saatnya harus memberi tempat buat yang lebih muda. Toh aku tidak meninggalkan Milan dan tetap bersama kalian," kata Baresi yang saat itu langsung menjabat sebagai salah satu direksi Milan.


Bersama Baresi, Milan memang telah mengeruk banyak kejayaan. Selain mendominasi Liga Serie-A, geng San Siro ini juga merajai kompetisi Eropa. Tiga kali juara Liga Champions, plus dua gelar Piala Interkontinental (sekaran Piala Dunia Antar Club). Sosoknya dianggap sakral dan tak tergantikan. Il Capitano yang sudah menjadi kapten sejak umur 22 tahun dan baru berakhir saat dia pensiun. Kepemimpinan panjang yang penuh kesan. Bagi mereka, sebutan Il Capitano sama halnya dengan "Kamerad" buat seorang pemimpin megeri. Nomor 6 di kostumnya pun disakralkan dan diabadikan. "Nomor itu tak akan pernah dipakai pemain mana pun di Milan, karena sudah menjadi milik Franco Baresi. Dan, rasanya tak akan pernah ada lagi pemain seperti dia. Pemain yang begitu berjasa buat klub ini," kata Presiden Milan, Silvio Berlusconi.


Itu juga berkat dedikasinya kepada klub yang begitu besar. Loyalitas Baresi kepada Milan sangat tinggi. Sejak masuk Milan, Baresi tak pernah melirik rumput tetangga. Baginya, Milan sudah menjadi bagian dari hidupnya. Cintanya terhadap klub yang telah membesarkan namanya itu tak bisa diukur dalamnya. Padahal, godaan klub-klub lain kepadanya begitu besar. Sebagai pemain yang dinilai sebagai defender terbaik saat itu, banyak klub besar yang sangat membutuhkan jasanya. Namun, Baresi tak pernah tergoda. Sebab, remangat dan jiwanya berada di San Siro. Selain kehebatan dalam bermain, kewibawaan, dan prestasi yang dia berikan, dedikas serta kesetiaannya membuat sosoknya semakin sakral. "Uang tidak akan pernah bisa menggantikan kesetiaan dan cinta. Aku tidak pernah berpikir pindah ke manapun, meski ditawari gelimang kemewahan. Akan lebih memuaskan jika aku bisa mengakhiri karier di Milan," katanya pada 1994, seusai membawa Milan juara Liga Champions.


SEJAJAR DENGAN BECKENBAUER




Sebagai defender, Baresi punya kecepatan, kekuatan, juga kecerdasan dalam membaca permainan. Dia juga tenang dan berwibawa. Tak hanya teman-temannya yang hormat kepadanya, tapi juga para lawan. Faktor-faktor itu masih didukung keberanian yang besar, juga teknik yang tinggi. "Dia defender terbaik Dunia. Di masanya, tak ada pemain belakang yang bisa menandinginya. Kemampuannya, bersaing dengan Franz Beckenbauer (defender Jerman)," puji Giancarlo Rinaldi, pengamat sepak bola Italia.


Kebetulan, kedua legenda itu sama-sama berinisial FB. Lagipula, dalam bahasa sehari-hari Italia, Franco sering diucapkan Franz atau Frank. Namun, bukan lantaran kebetulan itu yang membuat Baresi disamakan dengan Beckenbauer. Pemain asal Brescia ini memang memiliki gaya dan kualitas permainan yang sama dengan Beckenbauer. "Saya kira, memang hanya dua defender yang begitu melegenda dan memiliki kewibawaan serta rekor yang hebat. Mereka adalah Beckenbauer dan Baresi. Keduanya punya kualitas permainan yang setara," puji Arrigo Sacchi yang pernah melatih Baresi di Milan.


Yang membedakan keduanya adalah soal prestasi di timnas. Beckenbauer begitu menonjol dan pernah membawa Jerman juara Piala Dunia 1974 sebagai pemain. Baresi belum sekalipun. Ketika Italia juara di Piala Dunia 1982, dia hanya menjadi pemain cadangan Gaetano Scirea dan tak pernah diturunkan.


Waktu yang dilalui Baresi bersama Gli Azzuri memang kurang sukses. Dia hanya bisa membawa Italia berada di urutan ke 3 Piala Dunia 1990 dan runner-up di Piala Dunia 1994. Meski begitu, kegagalan itu tak melunturkan kehebatannya. Sebagai kapten dia tetap sosok berwibawa dan mampu mengatur tim dengan baik. Sebagai defender, dia benteng yang sulit ditembus. Sebagai tokoh, dia begitu menonjol hingga disebut Il Bandiera. Ya, dia memang simbol sakral I Rosoneri yang sulit dicari penggantinya.








Paolo Maldini



Paolo Maldini (lahir di Milan, Italia, 26 Juni 1968; umur 42 tahun) adalah seorang pesepak bola Italia. Sepanjang kariernya dia hanya bermain di klub AC Milan, di mana dia paling sering diposisikan sebagai bek kiri dan bek tengah. Ia bertinggi tubuh 188 cm. Maldini adalah salah satu legenda sepak bola Italia yang sangat disegani. Meskipun sekarang umurnya sudah hampir mencapai kepala empat, tapi dia tetap konsisten dengan permainannya. Di Milan, saat ini ia sering dipasangkan dengan Alessandro Nesta jika bermain sebagai bek tengah.
Di pentas Seri A, Paolo Maldini berhasil menyamai rekor penampilan Dino Zoff di Seri A sebanyak 570 kali pada 18 September 2005 dalam pertandingan melawan Sampdoria. Pertandingan tersebut juga merupakan yang ke-800 dalam kariernya bersama AC Milan. Kontrak Maldini awalnya akan berakhir pada akhir musim 2007-08 namun kemudian diperpanjang hingga musim 2008-09. Untuk dedikasi terhadap klubnya, AC Milan, seragam bernomor 3 akan turut dipensiunkan sampai putranya, Christian, masuk ke skuad utama AC Milan.




















Karier klub
Debut Maldini di Seri A terjadi pada tahun 1985 melawan Udinese, saat berusia 16 tahun. Sejak saat itu dia mempunyai karier yang cemerlang, memenangi banyak trofi bersama Milan (hingga 2007: 7 gelar Seri A dan 4 gelar Liga Champions). Maldini bisa dikatakan adalah bek terbaik di dunia pada puncak kariernya. Hal ini ditandai dengan keberhasilan Maldini meraih Ballon d'Or versi majalah France Football pada tahun 1994.
Pada debutnya, Maldini dipasang oleh pelatih Nils Liedholm sebagai bek kanan. Musim berikutnya, posisi Maldini diubah menjadi bek kiri, seiring kemampuannya menggunakan kedua kakinya. Di posisi ini Maldini melegenda sampai bertahun-tahun sebagai seorang bek kiri. Pada tahun 1997, setelah Franco Baresi (kapten dan bek tengah Milan) pensiun, Maldini mulai dicoba posisi sebagai bek sentral. Peran ini dilakoni dengan baik, hingga saat ini Paolo Maldini juga dikenal sebagai seorang bek sentral. Maldini juga dikenal akan kepemimpinannya yang berpengaruh, temperamennya yang tenang dan pertahanannya yang tanpa cela.
Maldini adalah orang ke-5 yang tampil seratus kali di Liga Champions sepanjang sejarah seiring dengan penampilannya melawan Glasgow Celtic di babak kedua Liga Champions Eropa 2006/2007. Setelah 22 tahun membela Milan, Maldini melempar pernyataan tentang kemungkinan dirinya akan pensiun pada akhir musim 2007/2008, seiring dengan berakhir kontrak dirinya dengan Milan. Namun, menginjak usia 40 tahun pada bulan Juni 2008, Maldini masih akan bermain untuk Milan pada musim 2008/2009. Maldini benar-benar pensiun pada musim 2009, ia telah memutuskan untuk pensiun dari AC milan, klub yang telah membesarkan namanya.





















Tim nasional
Sama dengan karier klub-nya, Paolo Maldini pertama bermain di tim nasional sebagai bek kiri. Pada tahun 1998, Paolo Maldini pertama kali bermain sebagai bek sentral dalamm sistem tiga bek tengah di Piala Dunia 1998. Selepas itu, seiring dengan perannya di klub, Maldini selalu bermain sebagai bek sentral di tim nasional sampai menyatakan mundur pada tahun 2002.
Maldini adalah pemain dengan rekor penampilan terbanyak dalam tim nasional Italia meski belum pernah meraih gelar pada tingkat internasional. Maldini berpartisipasi di empat Piala Dunia, dan turut serta dalam final Piala Dunia 1994. Dia pensiun dari timnas setelah Piala Dunia 2002 dengan jumlah penampilan 126 kali dan mencetak 7 gol. Selain itu, Paolo Maldini juga 3 kali masuk ke dalam skuad Italia di Piala Eropa, yaitu di tahun 1988, 1996 dan 2000. Pada Piala Eropa 2000 Maldini menjadi kapten dari tim nasional Italia yang kalah dramatis dari Perancis di final.
Setelah pensiun dari timnas, Paolo Maldini masih bermain untuk AC Milan, dan membantu klub tersebut memenangi gelar juara Liga Champions tahun 2003 dan juara Serie A Italia pada tahun berikutnya. Sehingga muncul tuntutan publik yang menginginkan Maldini untuk keluar dari masa pensiun timnas-nya guna mengikuti Piala Eropa pada tahun 2004, namun hal tersebut ditolak dengan alasan pribadi. Pada 31 Mei 2009 menjadi lembaran akhir Maldini berkaos AC Milan. Ia resmi gantung sepatu di laga terakhirnya AC Milan versus Fiorentina di kandang Fiorentina. Pertandingan itu dimenangkan AC Milan dengan skor 2-0.


Kehidupan Pribadi
Paolo Maldini lahir dari keluarga pesepak bola. Ayahnya, Cesare, merupakan kapten AC Milan pada tahun 1960-an yang turut menjuarai Piala Champions pada tahun 1963. Generasi ketiga Maldini yang merupakan putra pertama Paolo dengan model asal Venezuela Adriana Fossa, Christian Maldini, saat ini juga masuk ke dalam klub AC Milan untuk kategori tim muda.


Bakat Christian Maldini sudah terlihat sejak kecil.
Nampaknya ia akan meneruskan jejak sang Ayah untuk mengawal benteng pertahanan A.C Milan. Dalam sesi permainan saat latihan, terlihat tackle bersih yang dilakukan terhadap pemain senior 
A.C Milan, Clarence Seedorf. Nampaknya Milan tinggal menunggu waktu untuk menemukan pemain pewaris nomor 3 di klub.

Addio Paolo !
Benvenuto Christian !


AC Milan, "The Dream Team" Yang (Nyaris) Tak Terkalahkan




Mari kembali ke awal 1990-an.


Berkat prestasi menjulang AC Milan pada kurun waktu itu, setelah keterpurukan skandal Totonero, sorotan penuh sepakbola dunia mengarah ke Milanello. 


Trio Belanda masih berada pada periode keemasannya. Ruud Gullit, Frank Rijkaard, dan Marco van Basten. Tiga pemain Oranje yang selalu diandalkan pelatih Arrigo Sacchi, dan tak tergantikan. Saat Sacchi meninggalkan posnya untuk menjadi arsitek timnas Italia pada 1991, pelatih tak bereputasi Fabio Capello muncul sebagai penerusnya.

Status kebintangan itu ternyata mengakibatkan kepongahan bagi skuad Rossoneri. Sebuah bumerang. Saat berupaya mempertahankan gelar raja Eropa pada Liga Champions 1991, para pemain bintang ini bertingkah.


Pada pertandingan perempat-final Liga Champions, Milan berhadapan dengan klub tak diunggulkan asal Prancis, Olympique Marseille. Klub kota pelabuhan itu dimiliki rekan Berlusconi, Bernard Tapie, yang juga berambisi merajai Eropa. Franz Beckenbauer, pelatih juara dunia 1990, direkrut menjadi arsitek tim. Para pemain andalannya seperti Carlos Mozer, Chris Waddle, Abedi Pele, Dragan Stojkovic, Basile Boli, dan kapten Jean-Pierre Papin.


Hasil di atas lapangan berbicara. Leg pertama di San Siro, kedua tim bermain imbang 1-1. Di stadion Velodrome, Milan sadar harus mendulang gol jika ingin lolos ke babak selanjutnya. Hingga dua menit sebelum pertandingan berakhir, Rossoneri tak kunjung mencetak gol. Entah kebetulan entah tidak, lampu di satu sisi stadion mati. Para pemain Milan protes dan emoh melanjutkan pertandingan. Wasit menolak dan meminta pertandingan diteruskan. Instruksi itu diabaikan para bintang Milan dan mereka memilih meninggalkan lapangan. Buntutnya, UEFA menganggap Milan kalah WO dan memberinya sanksi larangan bermain di Eropa selama setahun.

Bagaimanapun, Capello mengubah Milan menjadi tim yang tak terkalahkan selama 58 pertandingan antara 19 Mei 1991 hingga 21 Maret 1993. Milan pun tak butuh waktu lama untuk kembali ke kompetisi antarklub terbaik Eropa itu. Musim 1992-93, mereka kembali masih dengan status sebagai juara Serie A. Kekuatan tim tak jauh berubah, masih diperkuat serangkaian pemain berkualitas -- asing dan domestik. Sebutan "The Dream Team" disematkan media untuk mereka. 


Istilah tersebut sesungguhnya lebih dulu dipakai untuk menyebut tim bola basket Amerika Serikat menjelang Olimpiade Barcelona 1992. Sejak IOC menyetujui cabang bola basket dimainkan oleh pemain profesional -- demi menyedot penonton -- siapa lagi favorit penggondol medali emas kalau bukan AS, yang diperkuat jebolan NBA antara lain Michael Jordan, Earvin "Magic" Johnson, Larry Bird, Charles Barkley, Karl Malone, Scottie Pippen, David Robinson, Patrick Ewing, dan lain-lain. Kekuatan tim yang hanya pernah dapat dibayangkan di awang-awang.


Pers sepakbola gatal untuk menggunakan terminologi serupa. Dari sekian banyak klub kaya Eropa lain, dipilihlah Milan. Tak salah. Selain tampil tak terkalahkan, kala itu Milan diperkuat enam pemain asing sekaligus. Tak ada bandingannya di Eropa. Mohon maklum, sepakbola belum seperti sekarang ini. Jumlah pemain asing dibatasi maksimal tiga orang di atas lapangan, dan hanya klub kaya sajalah yang mau menghambur-hamburkan uangnya untuk memainkan tiga orang di lapangan dan mendiamkan tiga yang lain di bangku cadangan.


Trio Belanda masih memperkuat tim. Jean-Pierre Papin, Zvonimir Boban, dan Dejan Savicevic melengkapi slot yang tersisa. Milan juga mencetak rekor transfer termahal dunia saat itu dengan merekrut Gianluigi Lentini dari Torino senilai £13 juta.


Wajar kalau Capello dibebankan target untuk kembali menempatkan Milan ke tampuk yang sesungguhnya -- raja Eropa. Mohon maklum lagi, selain masih ada dua kompetisi antarklub Eropa lain saat itu, Piala Winners dan Piala UEFA, Liga Champions hanya menyertakan juara kompetisi domestik. Target yang sepadan dengan materi tim. 


Tanpa banyak kesulitan, Milan melaju mulus ke final Liga Champions dengan rekor kemenangan 100 persen. Dalam 10 pertandingan, Milan mencetak 23 gol dan hanya kebobolan sekali.


Siapa yang sanggup menghadang laju Rossoneri? Ya, lagi-lagi Marseille. Dilatih pelatih kawakan Raymond Goethals; Didier Deschamps, Alen Boksic, Rudi Voeller, Franc Sauzee, Jocelyn Angloma, dkk. lagi-lagi menjadi batu sandungan Rossoneri. Sundulan Basile Boli ke gawang Sebastiano Rossi di stadion Olimpiade, Muenchen, memupus ambisi itu. Milan, "The Dream Team", runtuh.


Kelak Van Basten tidak pernah lagi turun ke lapangan hijau sejak final Liga Champions 1993. Pemain yang dijuluki fans Milan "San Marco" itu pensiun setahun setelahnya. Kelak pula gelar juara Marseille dicabut, tapi tidak diberikan kepada runner up, karena terbukti melakukan pengaturan pertandingan.


Awal musim 1993-94, skuad Milan dirombak besar-besaran. Capello dicibir, publik meragukan kapasitasnya mengulang sukses. Capello bergeming. Dua pemain favorit Sacchi, Gullit dan Rijkaard, dibuang. Gullit, yang vokal, dipinjamkan ke Sampdoria dan Rijkaard mudik ke Ajax Amsterdam. Selain Papin, Florin Raducioiu, dan Brian Laudrup, Capello lebih memercayakan Boban, Savicevic, dan pemain yang baru diboyong dari Marseille, Marcel Desailly, dalam skuadnya. Tapi, Milan sukses mempertahankan scudetto sekaligus mencetak rekor tiga musim berturut-turut menjuarai Serie A. Tinggal satu lagi tugas Capello, gelar Liga Champions!


Sempat tertatih-tatih dan tak terlalu meyakinkan, Milan mampu menekuk Paris St Germain -- dengan George Weah dan David Ginola -- yang lebih difavoritkan di semifinal. Lawan mereka di final Barcelona, yang dilatih Johan Cruyff dan diperkuat sederetan pemain hebat macam Ronald Koeman, Hristo Stoichkov, Romario, Miguel Angel Nadal, Josep Guardiola, dan Andoni Zubizaretta. Sebuah jelmaan "Dream Team" yang baru. Sialnya pula, Capello tak dapat memainkan duet pertahanan Alessandro Costacurta dan Franco Baresi di partai puncak karena cedera dan hukuman akumulasi kartu.


Athena pun menjadi saksi keruntuhan "Dream Team" yang lain lagi. Fans Barca yang mendominasi bangku stadion terbungkam oleh keakuratan strategi Capello. Setiap kali Ronald Koeman naik menyerang, setiap itu pula para pemain Milan memanfaatkan celah yang ditinggalkan. Daniele Massaro mencetak dua gol; Savicevic mencetak gol dari sudut mustahil; dan Desailly menuntaskannya. Milan menang besar 4-0. Pemain cadangan abadi macam Filippo Galli dan Stefano Nava pun turut merasakan indahnya menaklukkan Eropa pada sebuah malam gemilang di Athena.


Punah sudah era "Dream Team". Setelahnya, Dekrit Bosman diberlakukan sehingga klub-klub bebas menggunakan pemain asal Uni Eropa dalam skuadnya. Pembatasan pemain asing dihapus. Seiring dengan itu, restrukturisasi liga domestik Inggris menjadi Liga Primer mulai menampakkan hasil. Modal membanjir dan membuat klub-klub Inggris kaya mendadak. Chelsea membangun timnya dari kualitas para pemain asing, begitu juga Inter Milan di Italia.


Seorang pria ambisius bernama Florentino Perez menghidupkan kembali tim fantasi versinya sendiri bersama Real Madrid pada pergantian abad. Tapi di tengah situasi sepakbola modern yang makin mengandalkan kekuatan modal, bagi mereka yang pernah menggilai masa lalu sepakbola, takkan pernah ada lagi "The Dream Team" yang sesungguhnya.




Associazione calcio milan (AC.Milan) also called rossoneri because of the red and black shirt they use when they’re plays, and the team who established at 1899 is my favorite football team. This club based on San Siro Stadium, the stadium who’s named by the location where’s the stadium located. There are several reason who i choose Milan for my favorite team.
First is Milan is one of Italy’s most successful team in European competition, however they are not successful as in the domestic competition. Overall milan has won 18 times cup competition in Europe. They won 7 throphy  in UEFA Chanpions League, 5 times in European Super Cup, 2 times in Winner Cup, 3 times won the Interkontinental Cup and won the Team World Cup once at 2007 in Japan. And because they has won more than 5 times of UEFA Champions league, they can use the badge of honour symbol,  symbol that also used by Real Madrid in Spain, Ajax Amsterdam in Netherland, Liverpool in England and Bayern Munich in Germany.
Second is Milan is a team that have a good appreciation for their legend. Because of the great team is a team that a good respect against their legend, so till now no one use the 3 and 6 number, because that is an historical number, for the 3rd  number, only use by the Maldini’s family, and for the 6th  number, is just for Franco Baresi. And not only them, some of former Milan player have a work in this team, so that make this team like an family’s team.
I think that’s several reasons that make me love this team, and i think Milan will become more success in the future because of the togetherness in this team. And i hope sometimes i go to Italy and watch the Ac.Milan show. Forza Milan, Milan solo con te, Milan sempre per te.